Jumat, 25 Maret 2011 0 komentar By: pariwisata daerah

Wisata Kuliner Nasi Kucing Jogja


Nasi kucing (atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan "segĂ„ kucing") bukanlah suatu menu tertentu tetapi lebih pada cara penyajian nasi bungkus yang banyak ditemukan pada warung angkringan. Dinamakan "nasi kucing" karena disajikan dalam porsi yang (sangat) sedikit, seperti menu untuk pakan kucing. Nasi kucing adalah sebentuk nasi rames, dengan menu bermacam-macam: tempe keringteri goreng, sambal goreng,babatbandengususkepala atau cakar ayam serta sate telur puyuh.
Nasi kucing dikenal di berbagai tempat di Jawa Tengah (termasuk Yogyakarta) dan sangat populer di kalangan mahasiswa. Nasi kucing bisa kita dibeli di sepanjang jalan di  Jogja. Di sudut-sudut gang, setiap ada keramaian tak pelak lagi, mereka pasti sedang lek-lekan (begadang), “keplek ilat” menyantap nasi kucing. Nasi Kucing ini di Jogjakarta di jual di gerobag Angkringan. Bentuknya sama: nasi sekepal dibungkus daun pisang dengan lauk sambal bandeng atau oseng tempe.
Dijual dalam gerobak yang mangkal di tempat-tempat strategis. Selain gerobak penjual menyediakan satu kursi panjang di depannya. Kita dapat makan secara swalayan. Di sudut kanan gerobak ada perapian, untuk menjerang tiga teko. Satu berisi air putih, satu berisi wedang jahe, satu lagi berisi teh kental—karena itu sebagian orang menyebut ‘gerobak tiga teko’.
Di sebelah perapian dihamparkan macam-macam lauk dan jajanan: tempe dan tahu goreng, tempe dan tahu bacem, macam-macam sate mulai dari sate usus, sate telur puyuh bacem, sate keong, sate kulit, sate (tempe) gembus, dan sate gajih sandung lamur. Masih ada jajanan: lentho, timus, combro—tanpa oncom, dan peyek.
Tak perlu khawatir kursi bangku tak dapat memuat pengunjung. Karena pedagang nasi kucing telah menyediakan berlembar-lembar tikar di sebelah gerobak. Bila angkringan mangkal di mulut gang, maka anda dapat makan lesehan di pinggir jalan.
Benar-benar di pinggir jalan, sehingga pejalan kaki hanya berjarak satu-dua meter dari nasi kucing yang sedang anda buka. Sebagian pembeli bahkan tak suka duduk di kursi angkringan. Mereka lebih suka duduk di tikar. Menghabiskan malam dengan bercengkerama dengan kawan-kawan. Makanya, makan nasi kucing kurang dari tiga peserta tak afdol. Bersama lima orang dianjurkan.
Lalu, mengapa nasi kucing dan angkringan? Ini ada ceritanya. Disebut nasi kucing karena porsi dan lauknya persis seperti kita akan memberi makan kucing di rumah.
Angkringan di Jogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Cawas yang secara adminstratif termasuk wilayah Klaten Jawa Tengah merupakan daerah tandus terutama di musim kemarau. Tidak adanya lahan subur yang bisa diandalkan untuk menyambung hidup, membuat Mbah Pairo mengadu nasib ke kota. Ya, ke sini, ke Jogjakarta.
Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Jogjakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu sempat beberapa kali berpindah lokasi.
Seiring bergulirnya waktu, lambat laun bisnis ini kemudian menjamur hingga pada saat ini sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Jogja. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.
»»  read more

Wisata Kuliner Gudeg Jogja

Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.
Ada berbagai varian gudeg, antara lain:
Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang.
Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer.
Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih.

Menyebut gudeg Jogja, otomatis ingatan kita akan tertuju pada sebuah kampung yang terletak di sebelah timur Alun-alun Utara Kraton Jogja. Dari kampung inilah, masakan khas yang berbahan dasar ‘gori’ ini menjadi populer hingga seantero dunia. Tak heran wisatawan yang berkunjung ke Jogja rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini.

Warung gudeg yang berderet di sebelah selatan Plengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan) ini memiliki sejarah panjang. Ibu Slamet adalah orang pertama yang merintis usaha warung gudeg di tahun 1942. Beberapa tahun kemudian warung gudeg di daerah itu bertambah dua, yakni Warung gudeg Campur Sari dan Warung Gudeg Ibu Djuwariah yang kemudian dikenal dengan sebutan Gudeg Yu Djum yang begitu terkenal sampai sekarang.

Ketiga warung gudeg tersebut mampu bertahan hingga 40 tahun. Sayangnya, tahun 1980’an Warung Campur Sari tutup. Baru 13 tahun kemudian muncul satu lagi warung gudeg dengan label Gudeg Ibu Lies. Dan sampai sekarang, warung gudeg yang berjajar di sepanjang jalan Wijilan ini tak kurang dari sepuluh buah.

Gudeg Wijilan memang bercita rasa khas, berbeda dengan gudeg pada umumnya. Gudegnya kering dengan rasa manis. Cara memasaknya pun berbeda, buah nangka muda (gori) direbus di atas tunggu sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya.

Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.

Ketahanan gudeg Wijilan ini memang cocok sebagai oleh-oleh, karena merupakan gudeg kering, maka tidak mudah basi dan mampu bertahan hingga 3 hari. Tak heran jika gudeg dari Wijilan ini sudah “terbang” ke berpabagi pelosok tanah air, bahkan dunia.

Harganya pun variatif, mulai dari Rp 20.000,- sampai Rp 100.000,-, tergantung lauk yang dipilih dan jenis kemasannya. Bahkan ada yang menawarkan paket hemat Rp 5.000, dengan lauk tahu, tempe, dan telur.

Seperti kemasan gudeg-gudeg di tempat lain, oleh-oleh khas Jogja ini dapat dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg Wijilan ini dengan senang hati akan memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki.

Bahkan, di warung Gudeg Yu Djum menawarkan paket wisata memasak gudeg kering bagi Anda yang ingin memasak sendiri. Anda akan mendapat arahan langsung dari Yu Djum. Seharian penuh Anda akan belajar membuat gudeg, dari mulai merajang ‘gori’, meracik bumbu, membuat telur pindang, sampai mengeringkan kuah gudeg di atas api.

Melengkapi sajian nasi gudeg Wijilan akan lebih pas disertai minuman the poci gula batu. Dijamin Anda akan ketagihan.
»»  read more

Wisata Ziarah Makam Kyai Gede

Makamnya di Kecamatan Kotawaringin Lama, selalu diziarahi. Dialah Kyai Gede, tokoh penyebar agama Islam di Kab Kotawaringin Barat yang kharismanya setara Syekh Arsyad Al Banjary atau Datuk Kalampayan di Kalsel.

Bila ke Pangkalan Bun, rasanya orang tidak akan lengkap bila tak singgah di tempat satu ini, makam Kyai Gede alias Abdul Qadir Assegaf. Terutama pada hari Jumat, makamnya ramai dikunjungi orang, dari dalam maupun luar kota. Tujuannya, tidak lain berziarah sembari memanjatkan doa. Bedanya, di sekitar lokasi tidak tampak peminta-peminta, hanya warung-warung penjual makanan kecil yang akan meyambut para peziarah.
Sebagaimana Kalampayan, maka tidak pas rasanya kalau tidak berziarah ke tempat ini. Tapi memang tak seramai di Kalampayan,meski kharismanya menurut orang-orang yang pernah berziarah ke sana, tidak kalah dari Datuk Kalampayan.
"Sama saja, kalau ke Banjarmasin kita pasti menyempatkan ke Kalampayan, tidak pas rasanya kalau ke Pangkalan Bun tidak menyempatkan ziarah ke makam Kyai Gede," aku Badariyah, seorang ibu asal Kotawaringin Lama.
Kyai Gede adalah tokoh mula-mula penyebar agama Islam di Kotawaringin. Walau kini telah lama tiada, pengaruhnya dalam kehidupan, sangat dirasakan masyarakat setempat. Terbukti 90 persen lebih penduduk Kab Kobar, beragama Islam dengan tradisi Islam yang kental. Dan berdasar catatan sejarah, semasa pemerintahan Raja Kotawaringin pertama Pangeran Adipati Anta Kasuma, Kyai Gede menduduki jabatan Mangkubumi kerajaan.
Kondisi keberislaman masyarakat Kotawaringin pun akhirnya berimbas pada kebijakan penjajah Belanda menyebarkan misi zending, pasca ibukota kerajaan pindah dari Kotawaringin ke Pangkalan Bun.
Seperti pernah diungkap Ketua MUI Kalteng KH Haderanie HN, keputusan karesidenan Belanda membagi daerah menjadi beberapa wilayah keagamaan, Kapuas dan Barito termasuk daerah kegiatan operasi Kristen Protestan. Sedang Kotawaringin adalah kesultanan termasuk Pangkalan Bun yang dikuasai Sultan beragama Islam, sehingga termasuk daerah penyebaran agama Islam.
Makamnya Tiga Meter
Komplek makam yang tidak jauh dari komplek Astana Al Noorsari, nampak tak berbeda dari kubah lainnya yang mungkin pernah kita saksikan. Namun yang satu ini terlihat kokoh dan permanen, karena baru direnovasi. Tambahan, begitu memasuki ruangan, kita pasti langsung terkesima.
Bagaimana tidak, antara dua makam yang terdapat di dalam kubah, ada perbedaan yang sangat mencolok menyangkut ukuran. Jika yang satunya berukuran normal, lainnya memiliki panjang hampir tiga meter. Dan makam berukuran lebih panjang inilah tempat persemayaman terakhir Kyai Gede, tokoh penyebar agama Islam di Kotawaringin.
"Kuburannya memang panjang sekali, tidak seperti orang pada umumnya, sekitar tiga meteran. Sedang kubur yang satunya adalah makam salah seorang pengikut setianya," ujar pengurus kubah, Abdullah Sani.
Itu pun imbuhnya, berdasar cerita posisi tubuh Kyai Gede saat dimasukkan dalam peti dan liang lahat, harus dilipat sampai tiga kali agar muat. Bahkan seperti penuturan Ahmad Yusuf (60 th) pemelihara Astana Al Noorsari, jarak antara kedua puting susu Kyai Gede tidak kurang dari tujuh kilan atau setara 1,5 meter.
Itulah, karena ukuran tubuhnya yang tinggi besar, masyarakat percaya kalau Masjid Djami Kotawaringin yang hingga kini masih berdiri kokoh, adalah buah adi karya Kyai Gede.
"Masjid Djami berdasar cerita dibangun Kyai Gede di pedalaman, kemudian dibawanya langsung sendiri ke Kotawaringin," papar Abdullah Sani.
Tokoh penyebar agama Islam yang hidup semasa dengan raja pertama Kotawaringin, Pangeran Adipati Anta Kasuma, memperkenalkan Islam hingga ke pedalaman dan hulu-hulu sungai. Bahkan menurut buku "Sekilas mengenang lahirnya Kerajaan Kotawaringin dan Kabupaten Kotawaringin Barat" yang diterbitkan Humas dan Penerangan Setwilda Kobar 2001, Kyai Gede sudah lebih dahulu berada di daerah ini ketika Pangeran Adipati dan rombongan masih berusaha membangun kota baru.
Berdasar penuturan Gusti Rasyidin yang masih keturunan Raja Kotawaringin ke VII Gusti Sultanul Baladuddin Gelar Pangeran Ratu Begawan, Kyai Gede juga dianggap berperan dalam proses pembentukan dan pendirian kerajaan.
"Menurut Kyai Gede, biar rakyat tidak membayar upeti lagi ke Kerajaan Banjar, baiknya mereka mendirikan kerajaan atau kesultanan," ujar Rasyidin. Dan peran Kyai Gede oleh Pangeran Adipati sangat dihargai sehingga kemudian menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kerajaan hingga wafatnya yang diperkirakan tahun 920-an H.
Dua Versi
Namun menyangkut asal muasal Kyai Gede, ada dua versi sejarah yang sampai ke masyarakat. Versi pertama persis seperti yang dipercaya masyarakat umum dan disampaikan Abdullah Sani juga tertera di dalam kubah, mengatakan Kyai Gede berasal dari Demak dan masuk ke Kotawaringin tahun 1595. Versi lainnya, tokoh ini murni penduduk asli Kotawaringin, bukannya berasal dari Demak.
Berdasar catatan sejarahnya, Abdullah Sani memaparkan kalau Kyai Gede adalah ulama yang berasal dari Demak. Namun karena sikap membangkangnya, akhirnya diusir dan dibuang dari kerajaan. Oleh Raja Demak ketika itu, Kyai Gede beserta pengikutnya dilarang melakukan peperangan pada hari Jumat.
Namun perintah raja ini malah tak diindahkan. Ketika melakukan peperangan, pasukannya kalah. Akhirnya dia harus menanggung konsekuensinya, di buang jauh dari kerajaan dan akhirnya terdampar di Kerajaan Banjar setelah sebelumnya sempat melalui Gresik.
Pada masa itu, kerajaan Banjar dibawah kekuasaan Pangeran Suriansyah yang sebelum masuk Islam bergelar Pangeran Suryanata. Oleh Pangeran Suriansyah, Kyai Gede dengan didampingi khatib Dayan diutus untuk menyebarkan Islam ke Kotawaringin Barat, kala itu tahun 1595 M.
Dengan pengikut tak kurang dari 40 orang disertai khatib Dayan, berangkatlah Kyai Gede menyusuri Sungai Arut hingga ke pedalaman Sungai Lamandau dan Balantik, Nanga Bulik, Sukamara. Dalam perjalanannya menyebarkan Islam, akhirnya Kyai Gede bertemu dengan Pangeran Adipati Anta Kasuma putra Sultan Musta'inubillah Raja Kerajaan Banjar. Selanjutnya berdirilah kerajaan Kotawaringin dengan Kyai Gede sebagai Mangkubumi pertamanya mendampingi Pangeran Adipati Anta kasuma.
"Ini dapat dibuktikan dengan adanya tulisan berbahasa Jawa yang tertera pada beduk yang ada di Masjid Djami Kotawaringin," jelas Abdullah Sani.
Sementara versi lain, seperti dipaparkan Gusti Djendro Suseno, Kyai Gede tidak lain adalah Kyai Gade putra asli Kotawaringin, bukan berasal dari Demak. Dari catatan sejarah yang dimilikinya, Kyai Gade dan Pangeran Adipati Anta Kasuma keberadaannya tidaklah sejaman.
"Berabad-abad jaraknya, dan ini bisa dibuktikan dengan penelusuran sejarah mulai Sultan Suriansyah berkuasa yang kemudian katanya mengutus Kyai Gede ke Kotawaringin," jelas Djendro Suseno. Dan dia tak menampik kalau Masjid Djami Kotawaringin dapat dijadikan bukti keberadaan Kyai Gede atau Gade. Masjid yang menurutnya memang dibangun Kyai Gede, benar memiliki sebuah beduk bertuliskan huruf Jawa.
"Kebetulan saya bisa membaca huruf Jawa, dan terbukti kalau Kyai Gade tidaklah sejaman dengan Pangeran Adipati Anta Kasuma, Raja pertama Kerajaan Kotawaringin," ujar Djendro yang juga masih keturunan Kerajaan Mataram dari garis ibu.
Dan bukti lain lanjutnya, berdasar kebiasaan, seorang ulama atau penyebar agama Islam di daerah ini biasa disebut "Syekh". Sedang gelar Kyai biasa diperuntukkan bagi seseorang yang memiliki keahlian atau ilmu di bidang tertentu.
Di belakang makam Kyai Gede pun menurut Djendro, terdapat semacam batu pemujaan terhadap nenek moyang atau menhir. Menhir ini sebagai petunjuk bahwa dahulunya Kyai Gede adalah orang Kotawaringin yang dulunya juga penganut agama nenek moyang. Sejalan perubahan waktu, batu pemujaan ini pun mengalami perubahan nama sesuai dengan orang-orang sekitarnya.
"Orang penganut agama nenek moyang menyebut lain dan yang beragama Islam menyebut lain juga sesuai keyakinannya. Padahal obyeknya sih sama saja," tandasnya.
Keberadaan Kyai Gede sebagai penduduk asli Kotawaringin semakin diperkuat dengan banyaknya peziarah bukan dari kalangan muslim semata, tapi juga dari penduduk yang bukan beragama Islam. Yang menurut Djendro Suseno, tentu ini mereka lakukan karena merasa memiliki hubungan darah dengan beliau.
--------------------------------------------
Nama Beliau Abdul Qadir Assegaf
Berdasar pengetahuan yang dimilikinya, Abdullah Sani begitu meyakini kalau sesungguhnya tokoh penyebar agama Islam di Kotawaringin ini, memang berasal dari Demak, lain tidak.
"Beliau yang bernama asli Abdul Qadir Assegaf berasal dari Demak, kemudian ke Gresik dan langsung ke Kerajaan Banjar," ujar Abdullah Sani, sembari menunjukkan peta perjalanan Kyai Gede yang terdapat di dalam kubah. Ketika ditanya apakah Kyai Gede memiliki keturunan, Abdullah Sani yang baru beberapa bulan lalu menggantikan penjaga makam yang telah meninggal, Kyai Gede sendiri sepengetahuannya, begitu meninggalkan Demak dan menjejakkan kakinya di Kotawaringin, tidak pernah lagi melangsungkan pernikahan.
"Istri beliau ya Nyai Gede dan tetap berada di Demak ketika Kyai Gede di buang dan kemudian terdampar di Kerajaan Banjar," tukasnya sembari menyanggah kalau Kyai Gede pernah melangsungkan pernikahan dengan penduduk setempat.
Sedang keberadaan Kyai Gede selanjutnya, menurut Abdullah, bersama Khatib Dayan dan 40 orang pengikut, oleh Sultan Suriansyah diperintahkan menyebarkan agama Islam ke arah Barat yaitu Kotawaringin. Hingga akhirnya bertemu Pangeran Adipati Anta Kasuma yang ingin mendirikan kerajaan dan berdirilah Kerajaaan Kotawaringin tahun 1598 M.
"Ini dapat dibuktikan dengan adanya tulisan berbahasa Jawa yang tertera pada beduk yang ada di Masjid Djami Kotawaringin," jelas Abdullah Sani.
»»  read more

Wisata Kuliner Soto Banjar


Soto Banjar adalah soto khas suku BanjarKalimantan Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala, dan cengkeh. Soto berisi daging ayam yang sudah disuwir-suwir, dengan tambahan perkedel atau kentang rebus, rebusan telur, dan ketupat.
Seperti halnya soto ayam, bumbu Soto Banjar berupa bawang merahbawang putih dan merica, tapi tidak memakai kunyit. Bumbu ditumis lebih dulu dengan sedikit minyak goreng atau minyak samin hingga harum sebelum dimasukkan ke dalam kuah rebusan ayam. Rempah-rempah nantinya diangkat agar tidak ikut masuk ke dalam mangkuk sewaktu dihidangkan.
Resep Soto Banjar :
Soto Banjar

Bahan :
1 ekor Ayam muda
2 buah Kentang direbus dipotong-potong
100 gram Soun yang sudah direndam
3 sdm Bawang goreng
1 sdm Bawang putih goreng
5 batang Seledri dirajang
4 butir Telur rebus dibelah empat bagian
4 buah Perkedel
4 sdm Minyak goreng untuk menumis
1 buah Ketupat Banjar dipotong-potong
1 batang Kayu manis
2 sdm Kecap asin
2 buah Jeruk nipis
1500 ml Air
Bumbu yang dihaluskan :

4 buah Bawang merah
3 siung Bawang putih
1/2 sdt Adas
1/2 sdt Jintan
3 cm Jahe
2 cm Kunyit
1/2 sdt Merica
1 sdt Garam

Cara membuat :
Rebus ayam dengan kayu manis dan garam hingga mendidih.
Tumis bumbu yang dihaluskan dengan menggunakan minyak goreng hingga harum, kemudian masukkan ke dalam rebusan ayam, rebus kembali hingga ayam empuk.
Angkat ayam dari rebusan kemudian tiriskan hingga dingin kemudian suwir.

Penyajian :
Letakkan ketupat di atas mangkuk beserta soun, kentang, perkedel, suwiran ayam, telur, kemudian siram dengan kuah soto. Taburkan bawang goreng, bawang putih goreng, seledri dan perahan jeruk, hidangkan
»»  read more

Wisata Taman Nasional Tanjung Puting

Taman Nasional Tanjung Puting adalah sebuah taman nasional yang terletak di semenanjung barat daya provinsi Kalimantan Tengah. 
Tanjung Puting pada awalnya merupakan cagar alam dan suaka margasatwa dengan luas total 305.000 ha yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 13 Juni 1936. Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 1984 oleh Menteri Kehutanan, Tanjung Puting ditetapkan sebagai Taman Nasional luasnya menjadi 415.040 ha. 
Secara geografis terletak antara 2°35'-3°20' LS dan 111°50'-112°15' BT meliputi wilayah kecamatan Kumai di Kotawaringin Barat dan di kecamatan Hanau serta Seruyan Hilir di Kabupaten Seruyan. 
Pemerintah Kotawaringin Barat telah menyiapkan lahan di zona pemanfaatan dalam kawasan tersebut dengan luas 14.000 ha untuk pengembangan dan pembangunan fasilitas wisata. 
Kabupaten Kotawaringin Barat dengan ibukotanya Pangkalan Bun terletak di Provinsi Kalimantan tengah memiliki keindahan alam yang menawan dengan areal hutan tropis yang cukup luas terdapat beraneka ragam satwa liar yang menarik utuk di liat. Kabupaten ini kaya akan keindahan alam dan sebagian masih belum tersentuh oleh manusia. Kemajemukan keindahan alam mempesona setiap orang yang berkunjung ke Kabupaten ini karena sebagian wilayah hutan di Kotawaringin Barat masih dipelihara sebagai daerah hijau dan salah satu paru - paru dunia yang ada di Indonesia. 

Kawasan TNTP dengan luas areal 415.040 Ha dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Tujuh di antaranya adalah primata yang cukup dikenal dan dilindungi seperti orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Jenis-jenis mamalia besar seperti rusa sambar, kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), dan (babi hutan (Sus barbatus) dapat dijumpai di kawasan ini. Bahkan, beberapa jenis mamalia air seperti duyung (Dugong dugong) dan lumba-lumb dilaporkan pernah terlihat di perairan sekitar kawasan TNTP. 

Tanjung Puting dan beberapa taman nasional di kalimantan merupakan tempat akhir dari pengenalan kembali untuk rehabilitasi satwa-satwa liar terutama Orangutan. Begitu anda tiba di Camp Leaky, beberapa Orangutan akan menyambut anda dengan hangat, meskipun mereka kini hidup di dalam hutan yang lebat tetapi mereka masih jinak kepada siapa saja. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan yang belum pernah anda miliki. 
Karakteristik alamnya adalah hutan hujan khatulistiwa, kesuburan tanah dan memiliki bahan tambang yang bernilai. Sungai yang mengalir menyajikan berbagai gaya hidup, suatu lingkungan yang tenang dengan multi spesies pepohonan dan bakau sepanjang tepian sungai sementara pohon bercahaya dimalam hari diselimuti oleh ribuan kunang – kunang yang indah untuk di pandang. 
Beberapa obyek wisata di Tanjung Puting: 
1. Tanjung Harapan 
2. Pondok Tanggui 
3. Camp Pondok Ambung 
4. Camp Leakey
»»  read more

Wisata Pasar Terapung Banjarmasin

Pasar Terapung adalah Objek Wisata Unggulan  KotaBanjarmasin yang telah terkenal ke seluruh Indonesia bahkan hingga mancanegara. Pasar Terapung sudah ada sejak dahulu, sejak masa perdagangan masih menggunakan sistem barter hingga sekarang. Karena semua aktivitas transaksi jual beli diadakan di atas sungai, maka Pasar ini dinamakan Pasar Terapung
Jika anda berkunjung ke Kota Banjarmasin, maka tidak lengkap rasanya kalau anda tidak menyinggahi Pasar Terapung. Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang berada di Sungai Kuin, atau tepatnya di Muara Sungai Kuin Kota Banjarmasin yang dapat ditempuh selama 1- 2 jam perjalanan dengan klotok (perahu bermesin). Para pedagang yang berjualan disini umumnya menggunakan jukung (perahu dalam bahasa Banjar)  atau Klotok (perahu bermesin).
Pasar Terapung dimulai selepas shalat subuh dan berakhir jam 7.00 pagi. Barang dagangan yang dijual disini umumnya berupa sayur mayur, buah-buahan, makanan dan minuman, dan kue tradisional.
Di Pasar Terapung anda bisa melihat keunikan budaya sungai masyarakat beli Banjarmasin sambil melihat aktivitas para pedagang dan mungkin anda akan tertarik melakukan jual beli dari atas perahu.  Anda juga bisa menikmati buah-buahan dan kue tradisional  atau bahkan makan soto banjar sambil ditemani oleh ayunan gelombang sungai
»»  read more

Wisata Taman Sari

Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga hanya dengan Tamansari.
Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, disamping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar (apabila kanal air terbuka).
Bagian - bagian Tamansari:
  1. Bagian Sakral
    Bagian sakral Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak menyendiri. Ruangan ini terdiri dari sebuah bangunan berfungsi sebagai tempat pertapaan Sultan dan keluarganya.
  2. Bagian Kolam Pemandian
    Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan pot-pot besar didalamnya.
  3. Bagian Pulau Kenanga
    Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong-lorong bawah tanah.
    Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, sekaligus sebagai tempat pengintaian. Bangunan inilah satu-satunya yang akan kelihatan apabila kanal air terbuka dan air mengenangi kawasan Pulau Kenanga ini. Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan seolah-olah sebuah bunga teratai di tengah kolam sangat besar.
    Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti sebuah sumur didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu difungsikan sebagai tempat sholat.
    Sementara itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu konon berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan Kraton Yogyakarta. Bahkan ada legenda yang menyebutkan bahwa lorong ini tembus ke pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi raja-raja Kasultanan Yogayakarta. Bagian ini memang merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat pertahanan atau perlindungan bagi keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari musuh.
Tamansari adalah sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang merupakan obyek wisata utama kota ini, Tamansari memiliki beberapa keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain terletak pada bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta lingkungannya yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.
Di lingkungan Tamansari ini dapat dijumpai masjid Saka Tunggal yang memiliki satu buah tiang. Meskipun masjid ini dibangun pada abad XX, namun keunikannya tetap dapat menjadi aset dikompleks ini. Disamping itu, kawasan Tamansari dengan kampung tamam-nya ini sangat terkenal dengan kerajinan batiknya. Kita dapat berbelanja maupun melihat secara langsung pembuatan batik-batik yang berupa lukisan maupun konveksi. Kampung Tamansari ini sangat dikenal sehingga banyak mendapat kunjungan baik dari wisatawan mancanegara maupun wisata nusantara. Tidak jauh dari Tamansari, dapat dijumpai Pasar ngasem yang merupakan pasar tradisional dan pasar burung terbesar di Yogyakarta. Beberapa daya tarik pendukung inilah yang membuat Tamansari menjadi salah satu tujuan wisata Yogyakarta Kraton Yogyakarta.
»»  read more

Wisata Candi Borobudur

Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.
»»  read more

Wisata Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis terletak 27 km selatan Kota Jogja dan mudah dicapai dengan transportasi umum yang beroperasi hingga pk 17.00 maupun kendaraan pribadi. Sore menjelang matahari terbenam adalah saat terbaik untuk mengunjungi pantai paling terkenal di Yogyakarta ini. Namun bila Anda tiba lebih cepat, tak ada salahnya untuk naik ke Tebing Gembirawati di belakang pantai ini. Dari sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis, laut selatan, hingga ke batas cakrawala.

Belum banyak orang tahu bahwa di sebelah timur tebing ini tersembunyi sebuah reruntuhan candi. Berbeda dengan candi lainnya yang terletak di daerah pegunungan, Candi Gembirawati hanya beberapa ratus meter dari bibir Pantai Parangtritis. Untuk menuju candi ini, kita bisa melewati jalan menanjak dekat Hotel Queen of the South lalu masuk ke jalan setapak ke arah barat sekitar 100 meter. Sayup-sayup gemuruh ombak laut selatan yang ganas bisa terdengar dari candi ini.
Pantai Parangtritis sangat lekat dengan legenda Ratu Kidul. Banyak orang Jawa percaya bahwa Pantai Parangtritis adalah gerbang kerajaan gaib Ratu Kidul yang menguasai laut selatan. Hotel Queen of the South adalah sebuah resortmewah yang diberi nama sesuai legenda ini. Sayangnya resort ini sekarang sudah jarang buka padahal dulu memiliki pemandangan yang sanggup membuat kita menahan nafas.

Sunset yang Romantis di Parangtritis

Ketika matahari sudah condong ke barat dan cuaca cerah, tibalah saatnya untuk bersenang-senang. Meskipun pengunjung dilarang berenang, Pantai Parangtritis tidak kekurangan sarana untuk having fun. Di pinggir pantai ada persewaan ATV (All-terrain Vechile), tarifnya sekitar Rp. 50.000 - 100.000 per setengah jam. Masukkan persneling-nya lalu lepas kopling sambil menarik gas.Brrrrooom, motor segala medan beroda 4 ini akan melesat membawa Anda melintasi gundukan pasir pantai.
Baiklah, ATV mungkin hanya cocok untuk mereka yang berjiwa petualang. Pilihan lain adalah bendi. Menyusuri permukaan pasir yang mulus disapu ombak dengan kereta kuda beroda 2 ini tak kalah menyenangkan. Bendi akan membawa kita ke ujung timur Pantai Parangtritis tempat gugusan karang begitu indah sehingga sering dijadikan spot pemotretan foto pre-wedding. Senja yang remang-remang dan bayangan matahari berwarna keemasan di permukaan air semakin membangkitkan suasana romantis.
Pantai Parangtritis juga menawarkan kegembiraan bagi mereka yang berwisata bersama keluarga. Bermain layang-layang bersama si kecil juga tak kalah menyenangkan. Angin laut yang kencang sangat membantu membuat layang-layang terbang tinggi, bahkan bila Anda belum pernah bermain layang-layang sekalipun.
Masih enggan untuk pulang walau matahari sudah terbenam? Tak lama lagi beberapa penjual jagung bakar akan menggelar tikar di pinggir pantai, kita bisanongkrong di sana hingga larut malam. Masih juga belum mau pulang? Jangan khawatir, di Pantai Parangtritis tersedia puluhan losmen dan penginapan dengan harga yang terjangkau.
»»  read more